.

11 Organisasi Advokat Sepakat Bentuk Kode Etik dan Dewan Kehormatan Advokat Bersama

Sejumlah perwakilan Organisasi Advokat bersatu dan bersepakat.(Foto:FB)
Jakarta - Tanggal 19 Desember 2017 merupakan momen yang bersejarah bagi perkembangan Organisasi Advokat di Indonesia. Ya, pada Selasa itu sejumlah Advokat berkumpul menyatukan visi dan mengikis keegoan guna mewujudkan profesi Advokat sebagai profesi terhormat. 

Mereka juga menyadari, perlindungan kepentingan masyarakat pencari keadilan dan keluhuran profesi Advokat yang menyatukan para Advokat dari berbagai organisasi profesi itu. 

Pada kesempatan itu, ada dua butir kesepakatan dari para pengurus Organisasi Advokat yang hadir. Dua poin kesepakatan itu adalah penegasan bahwa Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Mei 2002 sebagaimana disebut dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat merupakan satu-satunya kode etik yang berlaku dan mengikat bagi setiap Advokat Indonesia.

Suasana pertemuan pengurus Organisasi Advokat. (Foto:FB)
Kemudian, mereka juga bersepakat untuk membentuk Dewan Kehormatan Bersama Advokat Indonesia.  Dewan Kehormatan Bersama ini berfungsi untuk mengadili dugaan pelanggaran atas Kode Etik Advokat Indonesia.  

Kesepakatan itu ditandatangani oleh 19 orang yang merupakan pengurus dari berbagai Organisasi Advokat di Indonesia. Mereka itu adalah, Abdul Rahim Hasibuan (Ikatan Penasehat Hukum Indonesia/IPHI), Apolos Jarabonga (Kongres Advokat Indonesia/KAI), Dr. Ervan Helmi Juni (Asosiasi Advokat Indonesia/AAI), Dr. Frans Hendra Winata (Persatuan Advokat Indonesia/PERADIN), Hasanuddin Nasution (Perhimpunan Advokat Indonesia/PERADI), H. Herman Kadir (Kongres Advokat Indonesia/KAI), Ira Eddymurthi Andamara (Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia/AKHI), Dr. Juniver Girsang (Perhimpunan Advokat Indonesia/PERADI), Dr. Luhut M.P. Pangaribuan (Perhimpunan Advokat Indonesia/PERADI), Muhammad Ismak (Asosiasi Advokat Indonesia/AAI), Ropaun Rambe (Perkumpulan Advokat Indonesia/PERADIN), Sugeng Teguh Santoso (Perhimpunan Advokat Indonesia/PERADI), Tamiza Saleh (Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia/AKHI), Tjoetjoe Sandjaja Hernanto (Kongres Advokat Indonesia/KAI), Prof. Dr. Todung Mulya Lubis (Ikatan Advokat Indonesia/IKADIN), Trimedya Panjaitan (Serikat Pengacara Indonesia/SPI), Diarson Lubis (Serikat Pengacara Indonesia/SPI), M. Rasyid Ridho (Ikatan Advokat Indonesia/IKADIN), dan Indra Safitri (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal/HKHPM). 

Sugeng Teguh Santoso, Sekretaris Jenderal PERADI, sebagaimana tertulis di laman facebooknya mengungkapkan, dengan adanya kesepatakan itu muncul harapan baru memperbaiki kualitas Advokat dengan pengawasan, pemeriksaan, dan mengadili dugaan pelanggaran kode etik. "Agar tidak muncul Advokat 'bakpao'," ungkap Sugeng Teguh Santoso di laman facebooknya.

Kesepakatan itu tentu merupakan harapan baru bagi profesi Advokat di Indonesia. Kesepakatan itu juga mengobati kekecewaan belum masuknya amandemen Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di tahun mendatang. (AR)

3 komentar:

  1. Organisasi advokat jangan berorientasi uang.Ikut PKPA Rp5jutaan, UKDPA Rp1,5 sd Rp2jutaan, Pelantikan Rp2jutaan, penyumpahan Rp2,6jutaan, beli toga Rp300rb sd Rp800rb an dan iuran bulanan anggota Rp100rb. Berat bagi sarjana hukum yg masih penggangguran. Usul, pendidikan, seleksi penerimaan dan pengangkatan serta penyumpahan advokat dikembalikan ke pemerintah (PT atau MA) agar lebih berkualitas dan biaya ditanggung negara. Setelah lulus seleksi, masing2 peserta bebas memilih OA dan OA yg mengusulkan calon advokat untuk disumpah oleh negara/pemerintah.

    BalasHapus
  2. Perihal Kode etik Advokat tersebut dlm padal 23 UU No 18/2003 ttg Advokat adalah wajib hukumnya utk ditaati dan diindahkan oleh para Advokat di Indonesia. Jangan lupa bahwa Kode Etik ini adalah karya nyata Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), suatu Komite yang semula beranggotakan 7 Organisasi Advokat, yang kemudian dilengkapi menjadi 8 anggota dengan masuknya Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), yang selanjutnya dipatri kedalam pasal 23 UU No.18/2003 ttg Advokat. Semoga ini bukan wacana lagi dan segera ditindak lanjuti dan beroperasi sebagaimana mestinya, agar tidak ada lagi kutu loncat yang selama ini menjadi sumber perusak citra officium nobile profesi Advokat, sekaligus untuk memberikan perlindungan nyata terhadap hak-hak klien atau masyarakat pengguna jasa profesi ini.
    Sesuai dengan tupoksinya diharapkan keanggotaan Dewan Kehormatan Bersama Kode Etik Advokat ini nantinya diisi oleh para Advokat Senior yang kredibel dan mumpuni/tanpa cela.

    BalasHapus
  3. Perihal Kode etik Advokat tersebut dlm padal 23 UU No 18/2003 ttg Advokat adalah wajib hukumnya utk ditaati dan diindahkan oleh para Advokat di Indonesia. Jangan lupa bahwa Kode Etik ini adalah karya nyata Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), suatu Komite yang semula beranggotakan 7 Organisasi Advokat, yang kemudian dilengkapi menjadi 8 anggota dengan masuknya Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), yang selanjutnya dipatri kedalam pasal 23 UU No.18/2003 ttg Advokat. Semoga ini bukan wacana lagi dan segera ditindak lanjuti dan beroperasi sebagaimana mestinya, agar tidak ada lagi kutu loncat yang selama ini menjadi sumber perusak citra officium nobile profesi Advokat, sekaligus untuk memberikan perlindungan nyata terhadap hak-hak klien atau masyarakat pengguna jasa profesi ini.
    Sesuai dengan tupoksinya diharapkan keanggotaan Dewan Kehormatan Bersama Kode Etik Advokat ini nantinya diisi oleh para Advokat Senior yang kredibel dan mumpuni/tanpa cela.

    BalasHapus