Tantangan UMKM di Tahun Politik
Tak ada yang menyangsikan kalau 2018 menjadi tahun politik di Indonesia. Ini bukan sekadar asumsi, melainkan fakta. Hal ini pun telah disampaikan berulang kali oleh Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan. Tercatat sebanyak 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten) akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 27 Juni 2018.
Gong kontestasi pun telah ditabuhkan sejak Senin 8 Januari 2018. Sejumlah bakal calon kepala daerah telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) setempat. Beragam adat budaya saling berebut dipertontonkan kepada masyarakat calon pemilih. Pendaftaran berlangsung sampai dengan 10 Januari 2018.
Selain pilkada serentak, tahapan pemilihan umum (pemilu) legislative maupun pemilihan presiden (pilpres) akan memasuki salah satu babak penting pada tahun ini. Salah satu yang dinanti adalah pendaftaran bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden pada 4 Agustus sampai 10 Agustus 2018.
Tahun TerbaikDari tinjauan ekonomi, tahun politik juga memiliki makna yang tidak kalah, sebagaimana penuturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Senin (8/1). Menurut kepala Bappenas, 2018 seharusnya menjadi tahun terbaik untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Salah satu alasan Bambang Brodjonegoro, yang juga guru besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, adalah masa- masa kampanye pilkada akan menggerakkan ekonomi. Di sana peran UMKM akan sangat terasa. Sebab, barang-barang seperti kaus dan sebagainya hanya cocok untuk diproduksi UMKM.
Dari sisi makroekonomi, pilkada maupun pilpres selalu berdampak positif mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh pada triwulan I dan II-2014, pertumbuhan konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) seperti pembelian kaus mencapai lebih dari 20%. Kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan sumbangannya akan mencapai 0,378% menurut perhitungan Bank Indonesia (BI). Pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,4% dalan APBN 2018. (Kementerian Keuangan 2017).
Pemilu juga identik dengan peningkatan peredaran uang. Berdasarkan data BI, pada Pemilu 2004, peredaran uang mencapai Rp 115,3 triliun. Lima tahun kemudian, jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp 251,4 triliun. Sedangkan tiga tahun lalu atau 2014, peredaran uang mencapai Rp 566,4 triliun.
Data-data yang ada dari berbagai kementerian maupun lembaga keuangan itu tentunya teramat menjanjikan bagi para pelaku UMKM di Tanah Air. Namun, tetap perlu kehati-hatian dalam menyikapi kontestasi pemilu. Berbagai tantangan yang mengadang harus siap dihadapi. Tidak terkecuali bagaimana meningkatkan kualitas usaha.
Sesuatu yang mendasar namun kerap dilupakan adalah peningkatan kewaspadaan. Jangan sampai pesanan yang begitu banyak pada tahun politik itu justru disikapi dengan gegap gempita tanpa perhitungan. Pesanan harus sejalan dengan pembayaran. Pesanan palsu tentu patut diwaspadai. Rasanya sudah tak terhitung berapa banyak kisah-kisah pilu para pelaku UMKM yang akhirnya hanya gigit jari saat kontestasi politik telah usai. Janji para pelaku kontes hanya menjadi bualan ketika mereka mengalami kegagalan meraih impiannya.
Pemimpin Berpihak
Berkaitan dengan hal tersebut maka secara aspek jangka pendek yang pragmatis tentunya telah dipaparkan di atas. Ada potensi ekonomi bagi pelaku UMKM dalam menyambut tahun politik ini. Kemudian untuk jangka menengah dan panjang, pemilu, terutama pilkada serentak 2018, menjadi momentum bagi pelaku UMKM memilih kepala daerah. Tidak hanya berintegritas, namun mulailah mempertimbangkan untuk memilih sosok-sosok yang memang pro terhadap UMKM.
Bagaimana cara menentukan seorang bakal calon kepala daerah itu benar-benar berpihak kepada sector ini? Indikasinya bisa disimak pada janji-janji yang tertuang dalam dokumen yang diserahkan dan dipajang di KPUD setempat. Cek pula ke tim sukses/tim pemenangan mereka jika memungkinkan.
Tidak hanya sekadar tercantum, pelaku UMKM harus menanyakan detail janji-janji itu dalam pertemuan-pertemuan dengan para bakal calon kepala daerah. Dan, sebagai bentuk komitmen, tidak ada salahnya pelaku UMKM meminta pakta integritas terkait hal tersebut. Begitu mereka terpilih, kebijakan pemerintah daerah haruslah berpihak kepada UMKM. Mulai dari sisi penerbitan peraturan daerah, alokasi anggaran, pembentukan kelembagaan, penyediaan sarana dan prasarana, pengurusan perizinan hingga pelatihan bagi pelaku UMKM.
Komitmen semacam itu perlu dipertegas. Selama ini para pelaku UMKM di berbagai daerah masih saja dihadapkan dengan masalahmasalah klasik. Mulai dari permodalan, administrasi yang berbelit sampai kemudahan pemasaran. Untuk itu, pemda perlu kreatif dalam menjalin kerja sama dengan para pihak, negara maupun swasta, untuk memudahkan modal didapat.
Dari sisi pemasaran, kemajuan ekonomi digital dapat dioptimalkan. Pemasaran maupun branding produk UMKM harus menarik konsumen. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah menggelar pameran atau expo bagi pelaku UMKM.
Mengapa itu semua penting? Kembali lagi kepada fakta bahwa UMKM adalah motor perekonomian nasional dan tentu daerah. Dalam paparan baru-baru ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat per Desember 2017, jumlah UMKM di Tanah Air sebanyak 59.697.827. Perinciannya, usaha mikro 58,9 juta, usaha kecil 716,8 ribu, usaha menengah 65,5 ribu, dan usaha besar 5,03 ribu.
Sedangkan kontribusi UMKM terhadap PDB nasional adalah Rp 7.005.950 miliar atau sekitar 62,57 persen dari total PDB. Pada akhirnya, tentu kita berharap agar perhelatan pilkada serentak 2018 maupun permulaan pilpres 2019 dapat berlangsung lancar. Pemilu yang sukses merupakan salah satu indikator utama dalam kehidupan demokrasi bangsa dan negara.
Kita mengharapkan tidak ada kekacauan yang membuat kegiatan perekonomian, termasuk UMKM, menjadi terganggu. Semua pihak harus bisa berkomitmen untuk membuktikan bahwa politik dan ekonomi bisa berjalan beriringan. Dan, inilah hal mendasar yang menjadi harapan kita semua. Ketika ingar-bingar kontestasi demokrasi ini meluap, semoga saja aliran aspek ekonominya bisa turut dirasakan oleh para pelaku UMKM di berbagai daerah.
*)Penulis : William Henley, Founder Indosterling Capital
Gong kontestasi pun telah ditabuhkan sejak Senin 8 Januari 2018. Sejumlah bakal calon kepala daerah telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) setempat. Beragam adat budaya saling berebut dipertontonkan kepada masyarakat calon pemilih. Pendaftaran berlangsung sampai dengan 10 Januari 2018.
Selain pilkada serentak, tahapan pemilihan umum (pemilu) legislative maupun pemilihan presiden (pilpres) akan memasuki salah satu babak penting pada tahun ini. Salah satu yang dinanti adalah pendaftaran bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden pada 4 Agustus sampai 10 Agustus 2018.
Tahun TerbaikDari tinjauan ekonomi, tahun politik juga memiliki makna yang tidak kalah, sebagaimana penuturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Senin (8/1). Menurut kepala Bappenas, 2018 seharusnya menjadi tahun terbaik untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Salah satu alasan Bambang Brodjonegoro, yang juga guru besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, adalah masa- masa kampanye pilkada akan menggerakkan ekonomi. Di sana peran UMKM akan sangat terasa. Sebab, barang-barang seperti kaus dan sebagainya hanya cocok untuk diproduksi UMKM.
Dari sisi makroekonomi, pilkada maupun pilpres selalu berdampak positif mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh pada triwulan I dan II-2014, pertumbuhan konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) seperti pembelian kaus mencapai lebih dari 20%. Kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkirakan sumbangannya akan mencapai 0,378% menurut perhitungan Bank Indonesia (BI). Pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,4% dalan APBN 2018. (Kementerian Keuangan 2017).
Pemilu juga identik dengan peningkatan peredaran uang. Berdasarkan data BI, pada Pemilu 2004, peredaran uang mencapai Rp 115,3 triliun. Lima tahun kemudian, jumlahnya meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp 251,4 triliun. Sedangkan tiga tahun lalu atau 2014, peredaran uang mencapai Rp 566,4 triliun.
Data-data yang ada dari berbagai kementerian maupun lembaga keuangan itu tentunya teramat menjanjikan bagi para pelaku UMKM di Tanah Air. Namun, tetap perlu kehati-hatian dalam menyikapi kontestasi pemilu. Berbagai tantangan yang mengadang harus siap dihadapi. Tidak terkecuali bagaimana meningkatkan kualitas usaha.
Sesuatu yang mendasar namun kerap dilupakan adalah peningkatan kewaspadaan. Jangan sampai pesanan yang begitu banyak pada tahun politik itu justru disikapi dengan gegap gempita tanpa perhitungan. Pesanan harus sejalan dengan pembayaran. Pesanan palsu tentu patut diwaspadai. Rasanya sudah tak terhitung berapa banyak kisah-kisah pilu para pelaku UMKM yang akhirnya hanya gigit jari saat kontestasi politik telah usai. Janji para pelaku kontes hanya menjadi bualan ketika mereka mengalami kegagalan meraih impiannya.
Pemimpin Berpihak
Berkaitan dengan hal tersebut maka secara aspek jangka pendek yang pragmatis tentunya telah dipaparkan di atas. Ada potensi ekonomi bagi pelaku UMKM dalam menyambut tahun politik ini. Kemudian untuk jangka menengah dan panjang, pemilu, terutama pilkada serentak 2018, menjadi momentum bagi pelaku UMKM memilih kepala daerah. Tidak hanya berintegritas, namun mulailah mempertimbangkan untuk memilih sosok-sosok yang memang pro terhadap UMKM.
Bagaimana cara menentukan seorang bakal calon kepala daerah itu benar-benar berpihak kepada sector ini? Indikasinya bisa disimak pada janji-janji yang tertuang dalam dokumen yang diserahkan dan dipajang di KPUD setempat. Cek pula ke tim sukses/tim pemenangan mereka jika memungkinkan.
Tidak hanya sekadar tercantum, pelaku UMKM harus menanyakan detail janji-janji itu dalam pertemuan-pertemuan dengan para bakal calon kepala daerah. Dan, sebagai bentuk komitmen, tidak ada salahnya pelaku UMKM meminta pakta integritas terkait hal tersebut. Begitu mereka terpilih, kebijakan pemerintah daerah haruslah berpihak kepada UMKM. Mulai dari sisi penerbitan peraturan daerah, alokasi anggaran, pembentukan kelembagaan, penyediaan sarana dan prasarana, pengurusan perizinan hingga pelatihan bagi pelaku UMKM.
Komitmen semacam itu perlu dipertegas. Selama ini para pelaku UMKM di berbagai daerah masih saja dihadapkan dengan masalahmasalah klasik. Mulai dari permodalan, administrasi yang berbelit sampai kemudahan pemasaran. Untuk itu, pemda perlu kreatif dalam menjalin kerja sama dengan para pihak, negara maupun swasta, untuk memudahkan modal didapat.
Dari sisi pemasaran, kemajuan ekonomi digital dapat dioptimalkan. Pemasaran maupun branding produk UMKM harus menarik konsumen. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah menggelar pameran atau expo bagi pelaku UMKM.
Mengapa itu semua penting? Kembali lagi kepada fakta bahwa UMKM adalah motor perekonomian nasional dan tentu daerah. Dalam paparan baru-baru ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat per Desember 2017, jumlah UMKM di Tanah Air sebanyak 59.697.827. Perinciannya, usaha mikro 58,9 juta, usaha kecil 716,8 ribu, usaha menengah 65,5 ribu, dan usaha besar 5,03 ribu.
Sedangkan kontribusi UMKM terhadap PDB nasional adalah Rp 7.005.950 miliar atau sekitar 62,57 persen dari total PDB. Pada akhirnya, tentu kita berharap agar perhelatan pilkada serentak 2018 maupun permulaan pilpres 2019 dapat berlangsung lancar. Pemilu yang sukses merupakan salah satu indikator utama dalam kehidupan demokrasi bangsa dan negara.
Kita mengharapkan tidak ada kekacauan yang membuat kegiatan perekonomian, termasuk UMKM, menjadi terganggu. Semua pihak harus bisa berkomitmen untuk membuktikan bahwa politik dan ekonomi bisa berjalan beriringan. Dan, inilah hal mendasar yang menjadi harapan kita semua. Ketika ingar-bingar kontestasi demokrasi ini meluap, semoga saja aliran aspek ekonominya bisa turut dirasakan oleh para pelaku UMKM di berbagai daerah.
*)Penulis : William Henley, Founder Indosterling Capital
Tidak ada komentar