Komitmen Pelindo II untuk CFS Center
![]() |
Pelindo II berkomitmen untuk efisien, cepat, murah dan transfaran. |
Jakarta - Acara Focus Group Discussion (FGD) dengan Tema “ Membedah Peran CFS Center Dalam Menurunkan Biaya Logistik Di Pelabuhan” diselenggarakan Forum Wartawan Maritim Indonesia (Forwami) bekerjasama dengan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), di Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Dalam acara FGD tersebut IPC/PT Pelabuhan Indonesia (PT Pelindo II ) menyatakan bahwa kehadiran fasilitas container freight station di Pelabuhan Tanjung Priok atau CFS centre merupakan bagian dari program penataan yang berkelanjutan di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu. Senior Vice President Bidang Pengembangan Bisnis PT Pelindo II, Guna Mulyanasalah satu pembicara pada kesempatan itu mengatakan, penyediaan fasilitas CFC center di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini berlokasi di gudang Agung Raya Warehouse dan Multi Terminal Indonesia (MTI) dan nantinya akan diperluas ke lapangan 22X Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami tetap komitmen layanan di CFS center itu efisien, cepat dan murah serta transparan. Dulu kami pernah mengadakan penelitian biaya layanan LCL di lini II pelabuhan itu ada sekitar 75 item. Pada pelayanan CFS Center Tanjung Priok PT Pelindo II hanya mengenakan tarif receiving, delivery dan mekanik (RDM) serta biaya storage atau penumpukan,” Jelasnya.
Dikatakannnya, pihaknya akan berkolaborasi dengan seluruh pelaku bisnis di pelabuhan Tanjung Priok yang sudah menggeluti kegiatan penangangan kargo impor LCL dengan mengedepankan transparansi tarif dan pelayananan. “Ayolah kita bersama membangun kemajuan pelabuhan ini demi mewujudkan layanan logistik yang lebih efisien,” Ujarnya.
Dalam acara FGD tersebut IPC/PT Pelabuhan Indonesia (PT Pelindo II ) menyatakan bahwa kehadiran fasilitas container freight station di Pelabuhan Tanjung Priok atau CFS centre merupakan bagian dari program penataan yang berkelanjutan di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu. Senior Vice President Bidang Pengembangan Bisnis PT Pelindo II, Guna Mulyanasalah satu pembicara pada kesempatan itu mengatakan, penyediaan fasilitas CFC center di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini berlokasi di gudang Agung Raya Warehouse dan Multi Terminal Indonesia (MTI) dan nantinya akan diperluas ke lapangan 22X Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami tetap komitmen layanan di CFS center itu efisien, cepat dan murah serta transparan. Dulu kami pernah mengadakan penelitian biaya layanan LCL di lini II pelabuhan itu ada sekitar 75 item. Pada pelayanan CFS Center Tanjung Priok PT Pelindo II hanya mengenakan tarif receiving, delivery dan mekanik (RDM) serta biaya storage atau penumpukan,” Jelasnya.
Dikatakannnya, pihaknya akan berkolaborasi dengan seluruh pelaku bisnis di pelabuhan Tanjung Priok yang sudah menggeluti kegiatan penangangan kargo impor LCL dengan mengedepankan transparansi tarif dan pelayananan. “Ayolah kita bersama membangun kemajuan pelabuhan ini demi mewujudkan layanan logistik yang lebih efisien,” Ujarnya.
Untuk di ketahui, Pemerintah terus berupaya meningkatkan logistik performace indeks (LPI) Indonesia, dimana saat ini Indonesia berada di posisi ke empat di negara Asean. Sedangkan untuk peringkat tertinggi adalah Singapore (peringkat 5), diikuti Malaysia (32), Thailand (45), Indonesia (63), Vietnam (64), Brunei Darussalam (70), Philippines (71), Cambodia (73), Myanmar (113), dan Laos PDR (152).
Ketua Umum Ikatan Eksportir Importir (IEI) Amalia pada kesempatan itu juga menyampaikan apresiasi nya terhadap tersedianya fasilitas CFS Center di pelabuhan Tanjung Priok dalam upaya menurunkan biaya logistik di Pelabuhan.
Amelia mengatakan dengan adanya CFS Center tersebut tentu harus memiliki standarisasi pelayanannya termasuk ada pedoman pengawasan dan pengendalian pemberlakuan tarif pelayanan jasa barang di CFS Center itu , sebagai panduan importir dalam melakukan kalkulasi biaya.
”Selama ini layanan kargo impor berstatus LCL tidak ada standarnya termasuk dari sisi biayanya.Banyak anggota kami mengeluh karena dikenakan biaya yang menurut kami tidak wajar atas layanan kargo impor jenis itu,” Tegasnya.
Menurut dia, bahwa selama ini masalah ketidakpastian biaya kargo impor berstatus LCL karena importir tidak serta merta dapat menentukan cara pengiriman atau terms payment secara FOB sehingga Forwarder sudah ditentukan dari supplier dengan payment terms CFR/CNF atau CIF.
Lebih lanjut Amelia menyampaikan bahwa kendala lainnya, kata di adalah Peraturan Tata Niaga Impor dengan adanya verifikasi dinegara asal serta penerbitan ijinnya yang masih lama, serta masih manualnya kegiatan penyerahan Bill Of Lading. Untuk penerbitan delivery order (DO) mengingat jarak kantor forwarder atau pelayaran yang jauh dan rata-rata berlokasi jauh diluar Pelabuhan.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, layanan kargo impor berstatus LCL bersifat business to business dan oleh karenanya jangan sampai ada upaya meregulasikan fasilitas CFC centre di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Sebaiknya diserahkan ke mekanisme pasar terhadap layanan LCL impor itu, kalau ada anggota kami yang seenaknya mengutip tarif gak wajar sampaikan ke kami pasti kami lakukan teguran,” Tegasnya.
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Arif Toha yang diwakili Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut (Kabidlala)Hotman Sijabat pada kesempatan itu juga menegaskan, pihaknya sebagai regulator yang diamanahkan Undang – Undang Pelayaran No.12 tahun 2008 bahwa instansinya menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Priok.
“Kalau ada keluhan dan yang mengenakan tarif layanan impor LCL seenaknya, silahkan dan tolong di laporkan ke Kantor OP Tanjung Priok. Pasti kami lakukan teguran dan tindakan,” Ungkap Hotman.
Ircham Habib, Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok mengungkapkan sampai saat ini belum ada standarisasi untuk layanan barang impor LCL di depo atau tempat penimbunan sementara (TPS). Dalam terminologi kepabeanan tidak ada istilah CFS Centre namun hanya mengenal istilah Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang memiliki izin Kementerian Keuangan.
"Pengelola CFS Centre merupakan pengusaha TPS yang bertanggung jawab atas seluruh barang yang ditimbun," Jelasnya.
Menurut dia, bahwa fasilitas CFS centre mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan TPS sehingga berlaku semua ketentuan tentang pemasukan,penimbunan dan pengeluaran barang dari dan ke TPS. "Jadi secara regulasi dan aturan kami tegaskan tidak pernah mengistimewakan fasilitas dari CFS Center ini,” Imbuhnya.(Oddhie)
Ketua Umum Ikatan Eksportir Importir (IEI) Amalia pada kesempatan itu juga menyampaikan apresiasi nya terhadap tersedianya fasilitas CFS Center di pelabuhan Tanjung Priok dalam upaya menurunkan biaya logistik di Pelabuhan.
Amelia mengatakan dengan adanya CFS Center tersebut tentu harus memiliki standarisasi pelayanannya termasuk ada pedoman pengawasan dan pengendalian pemberlakuan tarif pelayanan jasa barang di CFS Center itu , sebagai panduan importir dalam melakukan kalkulasi biaya.
”Selama ini layanan kargo impor berstatus LCL tidak ada standarnya termasuk dari sisi biayanya.Banyak anggota kami mengeluh karena dikenakan biaya yang menurut kami tidak wajar atas layanan kargo impor jenis itu,” Tegasnya.
Menurut dia, bahwa selama ini masalah ketidakpastian biaya kargo impor berstatus LCL karena importir tidak serta merta dapat menentukan cara pengiriman atau terms payment secara FOB sehingga Forwarder sudah ditentukan dari supplier dengan payment terms CFR/CNF atau CIF.
Lebih lanjut Amelia menyampaikan bahwa kendala lainnya, kata di adalah Peraturan Tata Niaga Impor dengan adanya verifikasi dinegara asal serta penerbitan ijinnya yang masih lama, serta masih manualnya kegiatan penyerahan Bill Of Lading. Untuk penerbitan delivery order (DO) mengingat jarak kantor forwarder atau pelayaran yang jauh dan rata-rata berlokasi jauh diluar Pelabuhan.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, layanan kargo impor berstatus LCL bersifat business to business dan oleh karenanya jangan sampai ada upaya meregulasikan fasilitas CFC centre di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Sebaiknya diserahkan ke mekanisme pasar terhadap layanan LCL impor itu, kalau ada anggota kami yang seenaknya mengutip tarif gak wajar sampaikan ke kami pasti kami lakukan teguran,” Tegasnya.
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Arif Toha yang diwakili Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut (Kabidlala)Hotman Sijabat pada kesempatan itu juga menegaskan, pihaknya sebagai regulator yang diamanahkan Undang – Undang Pelayaran No.12 tahun 2008 bahwa instansinya menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan Tanjung Priok.
“Kalau ada keluhan dan yang mengenakan tarif layanan impor LCL seenaknya, silahkan dan tolong di laporkan ke Kantor OP Tanjung Priok. Pasti kami lakukan teguran dan tindakan,” Ungkap Hotman.
Ircham Habib, Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai dari Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok mengungkapkan sampai saat ini belum ada standarisasi untuk layanan barang impor LCL di depo atau tempat penimbunan sementara (TPS). Dalam terminologi kepabeanan tidak ada istilah CFS Centre namun hanya mengenal istilah Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang memiliki izin Kementerian Keuangan.
"Pengelola CFS Centre merupakan pengusaha TPS yang bertanggung jawab atas seluruh barang yang ditimbun," Jelasnya.
Menurut dia, bahwa fasilitas CFS centre mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan TPS sehingga berlaku semua ketentuan tentang pemasukan,penimbunan dan pengeluaran barang dari dan ke TPS. "Jadi secara regulasi dan aturan kami tegaskan tidak pernah mengistimewakan fasilitas dari CFS Center ini,” Imbuhnya.(Oddhie)
Tidak ada komentar