Rematch : Prabowo Vs Jokowi di 2019?
oleh Eros Djarot
Akhirnya Prabowo menyatakan siap kembali maju pada Pilpres 2019. Upacara penobatan Prabowo sebagai capres dari Gerindra dilakukan dalam satu kemasan peristiwa politik yang begitu megah. Rapimnas hanyalah sekadar nama agenda perhelatan politik agar pertemuan terlegitimasi sebagai sebuah rapat internal partai. Namun melihat setting yang dihadirkan, perhelatan lebih menyerupai rapat akbar dan gelar pasukan pendukung Prabowo.
Seluruh kader dan ormas yang bernaung di bawah panji-panji Partai Gerindra bersiap dalam barisan bernuansa militer yang tertata rapih menyambut kehadiran ‘Panglima’politik mereka. Dengan menunggang kuda dan tampak gagah berseri, Letnan Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto memasuki arena upacara memeriksa barisan. Hari itu , Rabu, 11 April 2018, merupakan momen bersejarah bagi seluruh kader Gerindra, karena menjadi hari pecalonan resmi Prabowo sebagai calon presiden versi Gerindra pada Pemilu-Pilpres 2019.
Dengan demikian spekulasi bahwa Gatot berpeluang untuk dijagokan Prabowo untuk maju mengantikan mas Bowo yang lebih memilih peran sebagai King Maker, pupus sudah. Sekaligus pernyataan kesiapan putra lelaki sulung begawan ekonomi Soemitro Dojohadikusumo ini untuk maju, kian mempersempit kemungkinan Gatot mengantongi tiket untuk maju pada Pilpres 2019. Karena dengan Gerindra mendapat dukungan dari PKS, koalisi kedua partai ini telah memenuhi persyaratan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden (kursi DPR 20,11 persen).
Besar kemungkinan, Partai Amanat Nasional pun (7,59 persen), akhirnya akan merapat memperkuat koalisi ini. Bila ini terjadi, maka tinggal Partai Demokratnya SBY-10,19 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP-6,53 persen ), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB-9,04 persen) lah yang masih memiliki peluang membangun poros baru. Siapa pun yang ingin maju ke Pilpres 2019 sebagai kandidat capres, hanya kepada tiga partai inilah harapan masih tersisa. Harapan Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo untuk bisa ikut berlaga sebagai capres pun, tergantung pada ketiga partai ini (Demokrat, PPP, PKB). Hitungan di atas kertas, peluang Gatot sangat kecil untuk tidak mengatakan sirna sudah. Nah, apakah ketiga partai yang tersisa ini bersedia mengusung Gatot sebagai capres mereka? Rasanya sulit dibayangkan. SBY yang sudah mengelus-elus ‘jago’nya yang tak lain adalah putra sulungnya sendiri, tak mungkin akan memberikan calon rival terkuatnya pada Pilpres 2024 jalan pembuka yang kelak akan menutup jalan bagi sang putra mahkotanya sendiri. Bahkan, sekalipun bila akhirnya PAN (Amien Rais) membujuk SBY untuk membangun poros ke-3, bujukan ini pun akan sia-sia mengingat SBY cukup jeli dan sangat paham lapangan sebagai seorang strategis ulung.
Di sisi lain, PKB maupun PPP rasanya tak begitu meyakini bahwa ide memunculkan poros ke-3 merupakan pilihan politik yang menjanjikan. Kubu NU dengan para kiainya akan berhitung dengan cermat untuk mendapatkan hasil maksimal yang menguntungkan komunitas kaum Nahdliyin pada Pilpres 2019 mendatang. Hal yang mungkin akan mendapat hasil sama pada saat PPP melakukan kalkulasi politik yang sudah teruji dan terukur. Head to head antara Jokowi-Prabowo untuk kali kedua, agaknya cenderung kuat bakal terjadi!
Dengan hanya ada dua kubu kandidat capres ini, maka posisi institusi kaum Nahdliyin menjadi semakin sexy. Dalam kaitan perkembangan situasi politik belakangan ini, dukungan komunitas kaum Nahdliyin agaknya merupakan kumpulan pemilih yang suaranya akan sangat menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang pada Pemilu-Pilpres 2019. Kubu Jokowi jelas membutuhkan agar kombinasi warna merah-hijau yang sangat diperlukan, dapat dibangun. Sementara kubu Prabowo membutuhkan agar citra yang serba ekstrem dan stempel kelompok wahabian yang sengaja dilekatkan oleh lawan politiknya, dapat terhapus dengan hadirnya dukungan dari komunitas tradisionil NU, Nahdliyin.
Yang menarik, mencermati siapa yang akan dipilih sebagai wapres pendamping Jokowi maupun Prabowo? Karena pilihan wapres pendamping ini akan memudahkan kita untuk membaca, siapa yang bakal keluar sebagai juara! Salah pilih wapres, maka musibah akan menimpa kubunya! Mengingat situasi kebatinan rakyat, rasanya sudah tak sepenuhnya sama dengan situasi pada Pemilu 2014. Saat itu Jokowi sangat dipuja-puji dan the only darling. Tapi kali ini, Jokowi walau masih dipuji, tapi tetap harus diuji! Sementara Prabowo yang telah dua kali terseok di arena Pilpres, harus benar-benar tampil menawarkan sesuatu yang luar biasa! Bila hanya biasa-biasa saja, maka rakyat sudah terbiasa untuk tidak memilihnya!
Kepada keduanya, selamat ‘berlaga’… bukan berlagak!
Tidak ada komentar