.

ASN Koruptor Diberhentikan dengan Tidak Hormat

Jakarta - Beberapa waktu lalu publik dihebohkan dengan ribuat Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah dipidana korupsi ternyata masih menikmati gaji. Mereka terbukti bersalah dan telah mendekam di penjara, namun uang rakyat tetap saja mengalir ke pundi-pundinya. 

Terkait dengan banyaknya ASN yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta agar mereka segera diberhentikan dengan tidak hormat.

Permintaan tersebut disampaikan oleh Mendagri melalui Surat Edaran (SE) Nomor 180/6867/SJ tentang Penegakan Hukum Terhadap Aparatur Sipil Negara Yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi tertanggal 10 September 2018 yang ditujukan kepada Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.

Melalui Surat Edaran itu, Mendagri mengatakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime. Dengan demikian korupsi merupakan kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa dan sanksi yang tegas bagi yang melakukannya, khususnya dalam hal ini Aparatur Sipil Negara, untuk memberikan efek jera.

Untuk itu, Mendagri meminta kepada para Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia untuk segera memberhentikan dengan tidak hormat Aparatur Sipil Negara yang melakukan tindak pidana korupsi dan telah mendapatkan putusan Pengadilan Negeri yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” tegas Mendagri seperti dilansir situs Setkab, Jumat (14/9).

Tembusan Surat Edaran itu ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepala Badan Kepegawaian Negara, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
 
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menginformasikan, hingga kini masih 2.357 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) yang sudah berstatus inkracht namun masih tetap aktif bekerja.

“Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.917 merupakan PNS yang bekerja di Pemerintah Kabupaten/Kota, 342 PNS bekerja di Pemerintah Provinsi, dan sisanya 98 PNS bekerja di Kementerian/Lembaga di wilayah Pusat,” kata Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN, I Nyoman Arsa seperti dilansir situs Setkab, Kamis (13/9) siang.

BKN mendesak kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi, dan K/L yang masih mengerjakan PNS Tipikor inkracht agar ada pertambahan yang signifikan yang diberhentikan tidak dengan hormat dari birokrasi mengingat yang dilakukan PNS tersebut jelas-jelas merugikan negara.
 
Terkait PNS yang dalam tuntutan primer tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi namun dalam tuntutan subsider dinyatakan terbukti, Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN itu menegaskan, baik terbukti primer maupun terbukti subsider PNS tersebut harus diberhentikan dengan tidak hormat.

“Sesuai Pasal 252 Peraturan Pemerintah (PP) No.11 Tahun 2017 maka pemberhentian terhitung mulai akhir bulan putusan inkracht (berlaku surut),” tegas Nyoman Arsa.
Pasal 252:

Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250 huruf b dan huruf d dan Pasal 251 ditetapkan terhitung mulai akhir bulan sejak putusan pengadilan atas perkaranya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.



BKN sendiri, lanjut Nyoman Arsa, telah melakukan pemblokiran data PNS tindak pidana korupsi yang sudah memiliki keputusan inkracht. Hal ini dilakukan dalam rangka pembinaan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan mencegah kerugian Negara yang lebih besar.

Selain itu, BKN telah mengirimkan surat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pusat maupun daerah untuk mentaati pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya Pasal 87 ayat (4) huruf b.
Pasal 87:

(4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:



b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;


 
Mengenai pengembalian gaji PNS yang harus diberhentikan, Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN I Nyoman Arsa mengatakan, yang harus menanggung pengembalian gaji dan tunjangan jabatan yang telah dibayarkan terhadap PNS Tipikor adalah PNS itu sendiri atau PPK yang mengaktifkan kembali (instansinya).

Nyoman Arsa menambahkan, berdasarkan data BKN, DKI Jakarta merupakan pemerintah tingkat provinsi yang terbanyak mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht, yaitu sebanyak 52 orang. Namun untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota, Sumatra Utara menempati peringkat teratas dalam mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht, yaitu 265 orang.

Sumut menempati peringkat kedua untuk Pemerintah Provinsi yang terbanyak mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht yaitu 33 orang, disusul Lampung 26 orang. Sementara pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Riau menempati peringkat kedua yang terbanyak mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht, yaitu 180 orang.

Yang paling sedikit mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht adalah Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta (0), Sulawesi Barat (0), Sulawesi Tenggara (0), dan Maluku (0). Namun untuk dpemerintah kabupaten/kota yang paling sedikit mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht adalah Bangka Belitung (0), disusul DI Yogyakarta (3), Sulawesi Barat (3), dan Sulawesi Tenggara (4).

Adapun instansi pemerintah pusat yang masih mempekerjakan PNS berstatus terpidana tipikor inkracht adalah Kementerian Perhubungan (16), Kementerian Agama (14), Kementerian PUPR (9), dan Kemenristekdikti (9).

Selanjutnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (8), Kementerian Keuangan (6), Kementerian Hukum dan HAM (5), Mahkamah Agung (5), Kementerian Komunikasi dan Informatika (4), Kementerian Kelautan dan Perikanan (3), Kementerian Pertahanan (3), Setjen KPU (3), Kemdikbud (2).

Dan masing-masing 1 (satu) di Kemenaker, Kementerian Desa PDTT, Kemenkes, Kemenperin, Kemenpora, BNN, BPKP, dan BPS.

KPK Sambut Baik SE Mendagri

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi penerbitan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri terkait penegakan hukum terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Kami apresiasi penerbitan Surat Edaran Mendagri tersebut yang secara paralel seharusnya dipatuhi oleh para Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah seperti dilansir Antara di Jakarta, Kamis (14/9).

Febri menyatakan penerbitan Surat Edaran itu juga menegaskan dicabutnya Surat Mendagri tertanggal 29 Oktober 2012 yang dipandang masih memberikan ruang ASN yang terbukti melakukan korupsi tidak diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya.

"Kepala daerah mestinya mematuhi aturan yang berlaku dan penegasan di Surat Edaran tersebut agar segera memberhentikan ASN yang telah divonis bersalah melakukan korupsi," ucap Febri.

Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Syafruddin, meminta agar kasus PNS yang tersangkut masalah tindak pidana korupsi (Tipikor) tidak hanya dilakukan penegakan hukum semata. Diperlukan langkah konkrit yang komprehensif agar hal serupa tidak terjadi di kemudian hari, dengan pencegahan dan pembinaan secara internal.

Hal itu sejalan dengan strategi nasional pemberantasan korupsi yang terfokus pada dua langkah penting, yakni pencegahan dan penegakan hukum. "Inilah koridor yang perlu menjadi atensi dan perhatian bersama, karena dua hal ini saling melengkapi dan bertautan tidak terpisahkan satu dengan lainnya,” ujarnya dalam Rakor Kemendagri di Jakarta, Kamis (13/9), , Kamis (13/9).

Dikatakan, memang perlu ada upaya yang dikedepankan, yakni penegakan hukum secara tegas. Artinya, kalau sudah ada keputusan yang inkracht dari pengadilan, pihak Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) harus menindaklanjuti dengan memberhentikan sebagai PNS.

Menteri menambahkan, hal itu harus diiringi dengan upaya yang sifatnya pencegahan, pembinaan secara internal, serta menutup peluang terjadinya korupsi. Untuk pembinaan internal, dilakukan dengan optimalisasi peran Apaatur Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP).

Oleh sebab itu, Syafruddin mengimbau kepada pemerintah daerah agar menguatkan pengawasan internal. Hal itu dibarengi dengan pemberian reward dan punishment yang mendukung terciptanya situasi kerja yang kondusif, kolaboratif, serta konstruktif.

Surat Keputusan Bersama
Di sela-sela Rakor Kemendagri di Jakarta, Kamis (13/9), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk memastikan penegakan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersangkut Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Kesepakatan itu diikat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) bernomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 mengatur  tentang penegakan hukum terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

SKB tersebut juga mengatur penjatuhan sanksi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang (PyB) yang tidak menjatuhkan sanksi kepada PNS yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan. “PPK diminta untuk dapat menindaklanjuti SKB paling lambat hingga Desember 2018,” ujar Menteri Syafruddin.

Dikatakan, SKB merupakan bentuk sinergitas antar Kementerian dan Lembaga, demi menciptakan kepastian hukum, tertib administrasi dan meningkatkan disiplin PNS. Hal itu merupkan tindak lanjut dari temuan BKN yang menyangkut banyaknya PNS yang sudah dijatuhi hukuman akibat Tipikor, tetapi tidak diberhentikan sebagai PNS. 

SKB itu mendesak para PPK maupun pejabat berwenang untuk meningkatkan sistem informasi kepegawaian, serta melakukan monitoring pelaksanaan keputusan bersama ini secara terpadu. “Di sini peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) harus dapat dioptimalkan,” imbuh Syafruddin.

SKB itu juga mengingatkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang (PyB) untuk melaksanakan UU 5/2014 khususnya Pasal 87 ayat (4) huruf b. Pasal tersebut berbunyi, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.(Ant)

Tidak ada komentar