Penataan Unit Pelaksana Teknis di Ditjen Hubla Harus Melalui Kajian Mendalam
![]() |
Rencana penghapusan dan penggabuhan KSOP maupun UPP diharapkan dikaji lagi. (Foto:SFL) |
Jakarta - Kementerian Perhubungan tengah mangatur penataan unit pelaksana teknis di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Penataan itu adalah dengan menghapus dan menggabung Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP). Hal itu kini tengah menimbulkan beragam reaksi dari pihak-pihak yang berkaitan dengan pelabuhan.
Penataan Unit Pelaksanan Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut (Ditjen Hubla) itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.
PM 76 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Perhubungan No. PM 36 Tahun 2012 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan, yang ditandatangani
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 9 Agustus 2018. Dan Peraturan
Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 62 Tahun 2010 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan, yang ditandatangani
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 9 Agustus 2018.
Dari penataan itu terlihat sebanyak 40 KSOP Kelas V di lingkungan
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan naik kelas
menjadi KSOP Kelas IV, dan KSOP Kelas V dihapus. Ada juga KSOP Kelas V
yang tidak dinaikan ke Kelas IV atau digabung tetapi dihapus yakni KSOP
Muara Baru dan KSOP Kalibaru. Sedangkan diantaranya KSOP Kelas V Kuala
Pambuang, KSOP Teluk Air berubah statusnya menjadi UPP.
KSOP Kelas I juga mengalami perubahan. KSOP Tanjung Balai Karimun yang sebelumnya KSOP Kelas II, naik menjadi KSOP Kelas I. Sedangkan KSOP Bitung yang sebelumnya sebagai KSOP Kelas I berubah posisi menjadi KSOP Kelas II.
Pada KSOP Kelas II juga terjadi perubahan. Masuk di posisi Kelas II KSOP Tanjung Buton, KSOP Bontang, KSOP Teluk Palu yang sebelumnya masing-masing berada di KSOP Kelas III.
Adapun yang digabung dantaranya KSOP Kelas V Samuda digabung ke KSOP Kelas III Sampit, KSOP Kelas III Sambu ke KSOP Tanjung Balai Karimun, KSOP Kelas V Pasuruan ke KSOP Kelas IV Probolinggo. Sedangkan yang dihapus adalah KSOP Kalibaru dan Muara Baru.
Meski sudah ditetapkan sebagai KSOP Kelas IV, bagi KSOP hasil peningkatan dari KSOP Kelas V, maupun pihak KSOP kelas lainnya yang dinaikan, diturunkan atau digabungkan, kelihatannya belum bisa menjalankan kegiatan sebagaimana ketetapan regulasi yang terbaru itu, karena harus ada penyesuaian jabatan. Hal itu tertuang dalam Bab VIII A Pasal 45 A yang menetapkan ; Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Menteri sudah harus membentuk jabatan baru dan/atau mengangkat pejabat baru, serta melaksanakan penyesuaian dalam rangka penataan organisasi dan tata kerja sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 6 (enam) bulan.
KSOP Kelas I juga mengalami perubahan. KSOP Tanjung Balai Karimun yang sebelumnya KSOP Kelas II, naik menjadi KSOP Kelas I. Sedangkan KSOP Bitung yang sebelumnya sebagai KSOP Kelas I berubah posisi menjadi KSOP Kelas II.
Pada KSOP Kelas II juga terjadi perubahan. Masuk di posisi Kelas II KSOP Tanjung Buton, KSOP Bontang, KSOP Teluk Palu yang sebelumnya masing-masing berada di KSOP Kelas III.
Adapun yang digabung dantaranya KSOP Kelas V Samuda digabung ke KSOP Kelas III Sampit, KSOP Kelas III Sambu ke KSOP Tanjung Balai Karimun, KSOP Kelas V Pasuruan ke KSOP Kelas IV Probolinggo. Sedangkan yang dihapus adalah KSOP Kalibaru dan Muara Baru.
Meski sudah ditetapkan sebagai KSOP Kelas IV, bagi KSOP hasil peningkatan dari KSOP Kelas V, maupun pihak KSOP kelas lainnya yang dinaikan, diturunkan atau digabungkan, kelihatannya belum bisa menjalankan kegiatan sebagaimana ketetapan regulasi yang terbaru itu, karena harus ada penyesuaian jabatan. Hal itu tertuang dalam Bab VIII A Pasal 45 A yang menetapkan ; Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Menteri sudah harus membentuk jabatan baru dan/atau mengangkat pejabat baru, serta melaksanakan penyesuaian dalam rangka penataan organisasi dan tata kerja sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lambat 6 (enam) bulan.
![]() |
Dr. Chandra Motik, Ahli Hukum Kemaritiman. |
Chandra Motik berpandangan, dalam Permenhub No 76 dan 77 Tahun 2018 ini ada yang sesuai dengan kebutuhan, tapi juga ada yang belum sesuai. Menurutnya, yang sesuai adalah adanya peningkatan kelas pada KSOP yang kinerjanya meningkat, namun yang perlu dikaji lagi dan ditunda pelaksanaaannya mengenai KSOP dan UPP yang dihapus atau di gabungkan.
Dampak dari penerbitan Permenhub No PM 76 Tahun 2018 dan Permenhub No. PM 77 Tahun 2018 terhadap masyarakat pengguna jasa demikian terasa, meski peraturan menteri perhubungan itu mengatur internal di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Chandra Motik berharap agar Kementerian Perhubungan mensosialisasikan dulu dua beleid itu, agar masyarakat yang menjadi mitra mengetahui dan memahaminya.
Perubahan Status
Chandra Motik juga mempertanyakan perubahan status KSOP menjadi UPP. Menurutnya, seharusnya untuk meniadakan KSOP ataupun UPP perlu kajian akademis lebih mendalam. Hal ini diharapkan agar kebijakan yang diambil tidak merugikan pihak mitra pelabuhan.
Lebih lanjut dipaparkan Chandra Motik, Kementerian Perhubungan bisa saja menjalankan bagian sudah ditetapkan dan memang menjadi kebutuhan, misalnya kenaikan kelas dari KSOP atau UPP. Namun, jangan sampai ada penghapusan maupun penggabungan.
Lebih lanjut dipaparkan Chandra Motik, Kementerian Perhubungan bisa saja menjalankan bagian sudah ditetapkan dan memang menjadi kebutuhan, misalnya kenaikan kelas dari KSOP atau UPP. Namun, jangan sampai ada penghapusan maupun penggabungan.
Semangatnya agar semua pihak termasuk pengguna jasa menerimanya, bukan malah memberatkan dan membingungkan. Untuk itu perlunya dikaji ulang agar seluruh isi Permenhub itu bisa diterima masyarakat.(SFL)
Tidak ada komentar