Eksekusi Guru Nuril Ditunda Hingga Ada Putusan PK
Jakarta - Setelah mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo, kasus yang menimpa Baiq Nuril Maqnun, guru honorer yang diduga mendapat pelecehan seksual atasannya dan malah dihukum oleh Mahkamah Agung 6 bulan penjara dan denda 500 juta rupiah, akhirnya juga mendapat perhatian dari Kejaksaan Agung.
Pada Senin (19/11), Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri mengatakan bahwa pihaknya menunda eksekusi putusan Kasasi MA karena melihat aspirasi masyarakat terhadap kasus ini.
Mukri mengungkapkan, penundaan eksekusi itu hingga ada putusan atas upaya peninjauan kembali dari Baiq Nuril Maqnun. Penundaan ini merespon permohonan dari tim kuasa hukum Nuril.
Permohonan penundaan eksekusi itu disampaikan oleh kuasa hukum Baiq Nuril pada Sabtu (17/11) lalu. Menurut kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, permohonan itu dilayangkan karena pihaknya belum menerima salinan putusan kasasi dan juga dengan alasan kemanusiaan yaitu Baiq Nuril merupakan ibu tiga anak kecil dan memiliki suami sehingga butuh waktu untuk mempersiapkan mental pelaksanaan eksekusi tersebut.
Meskipun eksekusi ditunda hingga ada putusan peninjauan kembali, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri menegaskan, Baiq Nuril terbukti bersalah sesuai dengan putusan MA karena melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Baiq Nuril, menurut Mukri, terbukti bersalah mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapannya dengan mantan atasannya berinisial M saat Baiq Nuril menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram.
"Perbuatan yang bersangkutan adalah ketika dia mengetahui ada perselingkuhan antara si pelapor, kemudian dia rekam. Setelah direkam kemudian oleh yang bersangkutan itu dipindahkan transfer ke laptop. Dengan dipindahkan ke situ ditransfer, maka beredar rekaman itu," papar Mukri.
Dari beredarnya rekaman ini, M melaporkan Baiq Nuril ke polisi hingga kasusnya disidangkan. Jaksa menuntut hukuman 6 bulan penjara, tapi majelis hakim PN Mataram memutus vonis bebas untuk Baiq Nuril.
"Sesuai SOP dan protap yang ada di kita, ketika jaksa menyidangkan suatu perkara dan diputus bebas maka hukumnya wajib mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Nah ternyata putusan kasasi MA justru menghukum terdakwa dengan hukuman 6 bulan, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, confirmed dengan tuntutan JPU," sambung Mukri.
Pada Senin (19/11), Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri mengatakan bahwa pihaknya menunda eksekusi putusan Kasasi MA karena melihat aspirasi masyarakat terhadap kasus ini.
Mukri mengungkapkan, penundaan eksekusi itu hingga ada putusan atas upaya peninjauan kembali dari Baiq Nuril Maqnun. Penundaan ini merespon permohonan dari tim kuasa hukum Nuril.
Permohonan penundaan eksekusi itu disampaikan oleh kuasa hukum Baiq Nuril pada Sabtu (17/11) lalu. Menurut kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, permohonan itu dilayangkan karena pihaknya belum menerima salinan putusan kasasi dan juga dengan alasan kemanusiaan yaitu Baiq Nuril merupakan ibu tiga anak kecil dan memiliki suami sehingga butuh waktu untuk mempersiapkan mental pelaksanaan eksekusi tersebut.
Meskipun eksekusi ditunda hingga ada putusan peninjauan kembali, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri menegaskan, Baiq Nuril terbukti bersalah sesuai dengan putusan MA karena melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Baiq Nuril, menurut Mukri, terbukti bersalah mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapannya dengan mantan atasannya berinisial M saat Baiq Nuril menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram.
"Perbuatan yang bersangkutan adalah ketika dia mengetahui ada perselingkuhan antara si pelapor, kemudian dia rekam. Setelah direkam kemudian oleh yang bersangkutan itu dipindahkan transfer ke laptop. Dengan dipindahkan ke situ ditransfer, maka beredar rekaman itu," papar Mukri.
Dari beredarnya rekaman ini, M melaporkan Baiq Nuril ke polisi hingga kasusnya disidangkan. Jaksa menuntut hukuman 6 bulan penjara, tapi majelis hakim PN Mataram memutus vonis bebas untuk Baiq Nuril.
"Sesuai SOP dan protap yang ada di kita, ketika jaksa menyidangkan suatu perkara dan diputus bebas maka hukumnya wajib mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Nah ternyata putusan kasasi MA justru menghukum terdakwa dengan hukuman 6 bulan, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, confirmed dengan tuntutan JPU," sambung Mukri.
Tidak ada komentar