Eksotiknya Drumblek Kampung Ragam Warna
Kegiatan festival drumblek di
Kampung Ragam Warna begitu eksotik. Meriah, kreatif, dan atraktif. Melestarikan
budaya lokal.
Siang itu udara begitu terik. Terlihat
banyak pemuda-pemudi yang sibuk merangkai bambu dan hiasan lain di lapangan
bulu tangkis. Canda tawa mengiringi peluh mereka yang mentes menghapus lelah
dan menahan teriknya mentari menyegat kulit.
Tak jauh dari kerumunan itu, ada
sosok wanita berhijab yang sejak tadi begitu antusias berbincang dengan
beberapa pria paruh baya. Ia terlihat begitu serius. Terdengar, mereka sedang
membicarakan sebuah even besar di kampung itu. Ya, sebuah kampung di Kabupaten
Kendal yang belakangan ini mendunia lantaran keguyuban warganya untuk “menyulap”
kampungnya menjadi kampung pariwisata dengan konsep beragam warna dengan
memperhatikan kearifan lokal.
Tarian Sufi di Festival Drumblek. Foto: Indra. |
Kampung Mranggen, sebuah kampung yang
letaknya biasa saja dengan jalan yang juga tak begitu lebar, namun penataannya
sungguh luar biasa. Hiasan warna-warni dengan berbagai lukisan di penjuru
kampung menambah kesan eksotik bagi pengunjung.
Lewat sentusan wanita berhijab yang
begitu serius berbicara tadi, kampung itu kini menjadi salah satu magnet bagi
wisatawan untuk datang ke Kabupaten Kendal. Ya, wanita itu biasa dipanggil Mbak
Wiwik. Namanya, Wiwik Wijaya, seorang pengusaha dari Ibu Kota Jakarta yang begitu
perhatian terhadap kampung halamannya.
Even yang diperbincangkan tadi
adalah Festival Drumblek. Ya, “Drumblek”, sebuah kata yang asing bagi kebanyakan
orang.
Drumblek merupakan perpaduan kata
drum dan blek. Drum itu alat musik yang ditabuh dan familiar kita dengannya.
Sementara ‘blek’ merupakan bahasa Jawa yang artinya kaleng. Drumblek merupakan kesenian
instrumen yang memadukan alat musik drum dengan berbagai kaleng yang dapat
menghasilkan harmoni bunyi yang begitu eksotik.
Kesenian drumblek sendiri awalnya
dari sebuah daerah lereng pengunanan Salatiga, Jawa Tengah. Lantaran begitu eksotik,
penggagas kesenian drumblek di Kampung Mranggen pun tertarik untuk
mengembangkan di daerahnya.
Pawai peserta drumblek. Foto:Indra. |
Festival drumblek di Kampung Mranggen
atau kini dikenal dengan “Kampung Ragam Warna” dilaksanakan pada 27 sampai 28
Oktober 2018. Tak hanya acara perhelatan drumblek saja, namun kegiatan ini juga
diikuti dengan kirab atau pawai di sepanjang jalan di Kawasan Kampung Mranggen.
Selain itu, rangkaian kegiatan yang
mengiringinya adalah Foto Contest. Ya, ajang mengadu bakat fotografi ini
diikuti dari berbagai daerah. Gelarannya dinamai dengan “Kampung Ragam Warna
Foto Contest”
Peserta foto contest itu mengambil
objek foto Festival Drumblek, pawai, maupun sudut lain di Kampung Ragam Warna. Peserta
foto contest itu cukup banyak, sekitar 200-an peserta.
Tak kalah serunya, Festival Drumblek
Kampung Ragam Warna 2018 tersebut juga digelar lomba lukis payung. Ya, payung kertas
yang biasanya juga dihasilkan oleh masyarakat di Kampung Ragam Warna, dan
bahkan payung kertas ini sampai dipamerkan di manca negara.
Selain itu, diadakan pula lomba
lukis caping, topi yang biasanya digunakan petani untuk ke sawah. Lomba ini
terlihat begitu ramai diikuti peserta.
Melestarikan Budaya
Festival Drumblek sebagai upaya melestarikan budaya lokal. Foto : Indra. |
Tiba waktunya festival drumblek
itu dibuka. Festival itu diadakan pada malam hari. Suasana terlihat begitu
eksotik dengan dekorasi panggung yang begitu artistik meskipun “hanya” berasal
dari bahan seadanya. Lampu-lampu seolah menari-nari mengiringi jalannya acara
malam itu.
Antusias warga terlihat begitu
besar. Mereka berbondong-bondong untuk menyaksikannya. Tak hanya dari Mranggen,
melainkan dari daerah sekitar bahkan dari luar kota.
Wiwik Wijaya tersenyum. Ia begitu
sumringah menyaksikan gelaran malam itu. Dirinya mengaku puas dan bangga
terhadap seluruh pemuda karang taruna dan pihak-pihak yang telah bahu-membahu
menyukseskan acara itu.
Penampil pada malam itu ada empat
kelompok drumblek. Mereka mengalunkan musik eksotik dengan dandanan tradisional
dipadu dengan kekinian.
Bukan hanya itu, festival itu
juga menyajikan tarian sufi yang begitu sakral. Seolah menegaskan bahwa
kegiatan itu tak lepas dari sisi agamis yang begitu melekat pada masyarakat di
sana.
Gelaran Festival Drumblek itu
menurut Wiwik Wijaya merupakan salah satu upaya untuk melestarikan budaya dan
menarik masyarakat agar mau dan mampu mencintai budayanya.
Apabila dilihat, semangat untuk
melesatarikan budaya itu juga terlihat dari kostum yang dikenakan para penampil
di festival itu. Mereka menggunakan baju adat dari Jawa hingga Papua.
Menurut Wiwik Wijaya, inisiator
Kampung Ragam Warna, gelaran festival drumblek pada tahun 2018 ini merupakan
yang ketiga. Pesertanya tahun ini mengalami penurunan karena adanya even kesenian
di wilayah lain di sana.
Meskipun demikian, jalannya acara
begitu ramai dan lancar. Apalagi pada saat arak-arakan atau pawai peserta
drumblek menyusuri jalanan Kampung Mranggen. Warga menyambut di tepi jalan
dengan antusias.
Perjalanan Kampung Ragam Warna
Dikenalnya Kampung Mranggen
sebagai Kampung Ragam Warna dan menjadi salah satu destinasi wisata di Jawa
Tengah tak bisa dilepaskan dari tangan dingin Wiwik Wijaya. Awalnya dia
berusaha untuk mengajak remaja berlatih membatik, karena dirinya memang seorang
pengusaha batik yang cukup sukses di Jakarta.
Keinginan untuk ‘melukis’ kampung
Mranggen pun diinspirasi dari beberapa kampung yang memiliki konsep serupa di
daerah lain. Namun, bagi Wiwik di Kampung Mranggen harus memiliki perbedaan
dengan yang sudah ada.
Wiwik Wijaya berkeinginan untuk
membuat kampung seni di tengah kawasan yang begitu religius. Ia pun menggandeng
salah satu seniman di kampung itu guna mewujudkan impiannya itu.
Mbak Wiwik, begitu ia kerap
disapa, meminta bantuan pelukis senior kelahiran Kaliwungi Asep Leoka dan
seniman lukis ampas kopi yang juga dari Kaliwungu Andre Himawan. Aneka lukisan
pun berhasil diwujudkan.
Warga di Kampung Mranggen pun
cukup antusias dan secara gotong royong berupaya untuk ‘melukis’ kampungnya.
Salah satu perusahaan cat terkenal pun berhasil digandengnya.
Bukan hanya itu, Wiwik Wijaya pun
berupaya mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat di Kampung Mranggen. Ia
melatih remaja maupun ibu-ibu untuk membatik, membuat payung lukisan, maupun
kerajinan tangan lain khas Kampung Ragam Warna.
Gaung Kampung Ragam Warna pun tak
hanya di Indonesia. Bahkan ada pelajar-pelajar dari Hongkong belajar di Kampung
Mranggen.
Semua usaha untuk mewujudkan
Kampung Mranggen sebagai Kampung Ragam Warna itu dilakukan secara swadaya. Masyarakat
bahu membahu, bergotong-royong untuk mewujudkan Kampung Ragam Warna menjadi
salah satu destinasi unggulan di Kabupaten Kendal. (AR)
Tidak ada komentar