Masih Adakah Keadilan untuk Guru Nuril?
![]() |
Guru Nuril korban kekerasan seksual menjadi terdakwa UU ITE. Foto: Ist. |
Jakarta - Sejumlah pihak memprotes keputusan Mahkamah Agung terkait kasus hukum Baiq Nuril Maknun, seorang guru honorer di salah satu SMA Negeri Mataram, termasuk kalangan Senator atau anggota DPD RI.“Jangan sampai hukum kehilangan hakikatnya. Intisari dari hukum itu adalah keadilan. Menurut saya, Ibu Nuril belum mendapatkan itu. Walau sebagai warga negara kita harus menerima vonis hakim, tetapi sebagai warga negara, kita juga berhak menyampaikan keprihatinan. Saya berharap Ibu Nuril menempuh langkah hukum selanjutnya (peninjauan kembali) dan kita doakan bersama keadilan bisa menghampiri Ibu Nuril,” kata Senator atau Anggota DPD RI yang juga aktivis perempuan, Fahira Idris, siang ini (Kamis, 15/11).
Diketahui, Nuril oleh Mahkamah Agung (MA) divonis melanggar aturan UU ITE dengan menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan kesusilaan. Kasus ini sendiri bermula ketika Nuril merekam pembicaraan Kepala Sekolah berinisial M dengan dirinya pada 2012 yang diduga mengandung muatan kesusilaan.
Pada Juli 2017, PN Mataram membebaskan Baiq Nuril karena hakim menilai perbuatan Nuril tidak melanggar UU ITE di pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) sebagaimana dakwaan jaksa. Namun di tingkat kasasi, Nuril divonis penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Fahira mengungkapkan, salah satu agenda penting bangsa ini adalah melawan segala bentuk kejahatan seksual kepada perempuan baik secara fisik maupun verbal yang angkanya masih sangat tinggi.
“Saya khawatir akibat kasus ini, banyak perempuan-perempuan lain yang mungkin mengalami pelecehan seksual terutama verbal lebih memilih diam dan bungkam. Tentunya ini kontradiktif dalam upaya kita melawan segala macam bentuk kejahatan seksual terhadap perempuan,” tukas Senator Jakarta ini.(RM)
Diketahui, Nuril oleh Mahkamah Agung (MA) divonis melanggar aturan UU ITE dengan menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan kesusilaan. Kasus ini sendiri bermula ketika Nuril merekam pembicaraan Kepala Sekolah berinisial M dengan dirinya pada 2012 yang diduga mengandung muatan kesusilaan.
Pada Juli 2017, PN Mataram membebaskan Baiq Nuril karena hakim menilai perbuatan Nuril tidak melanggar UU ITE di pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) sebagaimana dakwaan jaksa. Namun di tingkat kasasi, Nuril divonis penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Fahira mengungkapkan, salah satu agenda penting bangsa ini adalah melawan segala bentuk kejahatan seksual kepada perempuan baik secara fisik maupun verbal yang angkanya masih sangat tinggi.
“Saya khawatir akibat kasus ini, banyak perempuan-perempuan lain yang mungkin mengalami pelecehan seksual terutama verbal lebih memilih diam dan bungkam. Tentunya ini kontradiktif dalam upaya kita melawan segala macam bentuk kejahatan seksual terhadap perempuan,” tukas Senator Jakarta ini.(RM)
Tidak ada komentar