Soal Bagi Hasil Pajak, SK Gubernur Sumut Diprotes Bawahannya
![]() |
Bupati Samosir Rapidin Simbolon. Foto: Kab. Samosir. |
Samosir - Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara terkait penetapan besaran bagi hasil pajak dari PT INALUM menuai protes. Surat keputusan tersebut dinilai tidak realistik dan tidak adil.
Adalah Bupati Samosir dan Bupati Tapanuli Utara yang menyampaikan protes keras kepada Gubernur Sumatera Utara. Mereka menganggap, Surat Keputusan Gubernur Sumatra Utara No 188.44/355/KPTS/2018, tentang Formula Penghitungan Penetapan Besaran Belanja Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kabupaten-Kota di Provinsi Sumut dinilai tidak adil bagi Kabupaten Samosir yang hanya mendapat Rp 5,4 miliar dari pendapatan pajak air permukaan Danau Toba dari PT Inalum dari total Rp 554 miliar yang diterima Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.
Bupati Samosir Rapidin Simbolon menyatakan menolak SK Gubsu itu dan akan menyampaikan protes. "Mari tegakkan keadilan demi menciptakan masyarakat adil dan makmur," sebut Rapidin kepada wartawan, Jumat (14/12/2018), di Samosir.
Beberapa tokoh masyarakat Samosir juga menyampaikan rasa kecewanya terhadap pemerintah provinsi Sumut dan sangat menyayangkan adanya daerah yang sama sekali tidak berada di kawasan Danau Toba dan tidak terkait langsung sebagai sumber air untuk pengoperasian perusahaan Inalum, justru menerima dana bagi hasil lebih besar jika dibandingkan dengan yang akan diterima Samosir, salah satu dari 7 kabupaten di Danau Toba.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, akhirnya Bupati Samosir Rapidin Simbolon pun mengirimkan protes kepada Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) sebagaimana tertuang dalam suratnya nomor 010/4867/BPD.1/XII/2018 tertanggal 10 Desember 2018.
Bupati menjelaskan bahwa kabupaten Samosir adalah salah satu daerah yang berada di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Danau Toba (KSPN-DT). Sejak awal terbentuknya kabupaten Samosir tahun 2004 hingga tahun 2013, salah satu sumber pembiayaan pembangunan adalah annual fee yang dibagikan kepada 10 Kabupaten/Kota kawasan Danau Toba dan Daerah Aliran Sungai Asahan
Sejak tahun 2014, PT Inalum diambil alih Pemerintah Indonesia dari Jepang dan berstatus sebagai BUMN, maka annual fee berubah menjadi pajak air permukaan (PAP), sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kewenangan memungut Pajak Air Permukaan Umum (APU) adalah Pemprov Sumut, yang kemudian dibagihasil kepada 10 kabupaten/kota yang memiliki perairan sesuai dengan perhitungan pajak air permukaan.
Lebih lanjut, masih dalam suratnya itu Bupati Rapidin menyampaikan 3 poin penting kepada Gubernur Sumut yakni:
Pertama, dalam penentuan nilai/besaran annual fee masing-masing kabupaten (harus) menggunakan formula yang mencerminkan asas keadilan dan pemerataan secara proporsional sebagaimana dulu formula yang digunakan untuk membagikan annual fee PT Inalum; Kedua, agar dalam menyusun formula perhitungan yang baru Pemerintah Kabupaten/Kota se-Kawasan Danau Toba diikutsertakan; Dan ketiga, kiranya dana bagi hasil tersebut dapat direalisasikan pada TA 2019, agar dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan di kawasan strategis pariwisata nasional Danau Toba.
Sementara itu, sebagaimana dilansir medanbisnisdaily.com, terkait keberatan Pemkab di Kawasan Danau Toba (KDT) terhadap pembagian annul fee PT Inalum yang dirasa tidak adil, DPRD Sumut angkat bicara dan meminta Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi menjelaskan hal itu ke publik.
Menurut Sarma Hutajulu, Komisi A DPRD Sumut akan memanggil Pemprov Sumut. "Kira rencanakan Senin akan kita panggil Pemprovsu minta menjelaskan soal itu," kata Sarma kepada media, Sabtu (15/12).
Dikatakannya, Pemprovsu juga harus menjelaskan apakah itu hanya Pajak Air Permukaan(PAP) atau ada pajak-pajak lainnya. Dalam rapat Badan Anggaran DPRD Sumut dengan Pemprovsu beberapa waktu lalu, sesuai aturan PAP itu dimasukkan sebagai APBD Sumut 2019.
Ditambahkannya, 50% diperoleh Pemprovsu dan 50% lagi dibagi ke 33 kabupaten/kota, dengan catatan porsi terbesar (70%) yang dibagi ke kabupaten/kota itu diberikan kepada daerah yang berdampak langsung atas operasional PT Inalum, yakni kabupaten/kota yang di Kawasan Danau Toba (KDT).
"Karena harapannya dana itu juga digunakan oleh Pemkab/Pemko di KDT untuk recovery kerusakan alam di KDT yang disebabkan operasional PT Inalum selama ini," kata Sarma. Namun kesepakatan itu nyatanya tidak sesuai jika dilihat rekapitulasi annual fee seperti tertuang dalam SK Gubernur Sumut No 188.44/355/KPTS/2018 tentang Formula Penghitungan Penetapan Besaran Belanja Bagi Hasil Pajak Provinsi.
Sejumlah kabupaten/kota yang tidak berada di KDT justru menerima dana jauh lebih besar dibanding daerah di KDT. Contohnya, Langkat Rp 53,5 miliar, Medan Rp 39,4 miliar, Deli Serdang Rp 17,1 miliar. Labuhan Batu Utara Rp 12,8 miliar. Sementara Kabupaten Samosir hanya Rp 5,4 miliar dan Tapanuli Utara Rp 6,7 miliar.
Menanggapi polemik yang terjadi, anggota DPRD Sumut Syamsul Sianturi menyatakan hal yang wajar atas protes Pemkab yang menilai pembagian annual fee itu tidak proporsional. "Kurang keseimbangan dari kebijakan yang dibuat gubernur dalam pembagian annual fee itu," kata Syamsul di sela-sela menghadiri bakti sosial pemeriksaan dan pengobatan gratis oleh DPRD Sumut, di kawasan Tanjung Gusta, Medan, Sabtu (15/12/2018).
Menurut Syamsul Sianturi, yang juga berasal dari Muara Tapanuli Utara agar memenuhi aspek keseimbangan, harus diukur berapa luas wilayah 8 kabupaten di kawasan Danau Toba yang menjadi daerah tangkapan air danau dan kemudian dipakai PT Inalum. Kemudian dihitung berapa seharusnya pajak air permukaan umum yang diperoleh masing-masing kabupaten. Begitu seharusnya jika hendak memenuhi aspek keseimbangan.
Dengan asumsi itu, Syamsul yang berasal dari daerah pemilihan Sumut 9 yang didalamnya meliputi kawasan Tapanuli dan Samosir, menyatakan bahwa sikap protes Bupati Samosir, Rapidin Simbolon terhadap gubernur adalah hal yang wajar.
"Samosir setidaknya harus menerima seperdelapan dari nilai total annual fee yang diperoleh Pemprov Sumut dari PT Inalum. Tidak seperti saat ini yang cuma Rp 5,4 miliar. Saya kira gubernur kita cukup arif, harus dikaji ulang besaran yang diterima setiap kabupaten," tegasnya.
Kendati Syamsul tidak berencana mempertanyakan kebijakan pembagian annual fee tersebut kepada Gubernur, dia menginginkan agar senilai 10% dari annual fee dialokasikan untuk pembersihan pinggiran pantai Danau Toba. Agar tidak ada lagi sampah dan eceng gondok yang bertebaran.(DM/KI)
Bupati Samosir Rapidin Simbolon menyatakan menolak SK Gubsu itu dan akan menyampaikan protes. "Mari tegakkan keadilan demi menciptakan masyarakat adil dan makmur," sebut Rapidin kepada wartawan, Jumat (14/12/2018), di Samosir.
Beberapa tokoh masyarakat Samosir juga menyampaikan rasa kecewanya terhadap pemerintah provinsi Sumut dan sangat menyayangkan adanya daerah yang sama sekali tidak berada di kawasan Danau Toba dan tidak terkait langsung sebagai sumber air untuk pengoperasian perusahaan Inalum, justru menerima dana bagi hasil lebih besar jika dibandingkan dengan yang akan diterima Samosir, salah satu dari 7 kabupaten di Danau Toba.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, akhirnya Bupati Samosir Rapidin Simbolon pun mengirimkan protes kepada Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) sebagaimana tertuang dalam suratnya nomor 010/4867/BPD.1/XII/2018 tertanggal 10 Desember 2018.
Bupati menjelaskan bahwa kabupaten Samosir adalah salah satu daerah yang berada di Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Danau Toba (KSPN-DT). Sejak awal terbentuknya kabupaten Samosir tahun 2004 hingga tahun 2013, salah satu sumber pembiayaan pembangunan adalah annual fee yang dibagikan kepada 10 Kabupaten/Kota kawasan Danau Toba dan Daerah Aliran Sungai Asahan
Sejak tahun 2014, PT Inalum diambil alih Pemerintah Indonesia dari Jepang dan berstatus sebagai BUMN, maka annual fee berubah menjadi pajak air permukaan (PAP), sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kewenangan memungut Pajak Air Permukaan Umum (APU) adalah Pemprov Sumut, yang kemudian dibagihasil kepada 10 kabupaten/kota yang memiliki perairan sesuai dengan perhitungan pajak air permukaan.
Lebih lanjut, masih dalam suratnya itu Bupati Rapidin menyampaikan 3 poin penting kepada Gubernur Sumut yakni:
Pertama, dalam penentuan nilai/besaran annual fee masing-masing kabupaten (harus) menggunakan formula yang mencerminkan asas keadilan dan pemerataan secara proporsional sebagaimana dulu formula yang digunakan untuk membagikan annual fee PT Inalum; Kedua, agar dalam menyusun formula perhitungan yang baru Pemerintah Kabupaten/Kota se-Kawasan Danau Toba diikutsertakan; Dan ketiga, kiranya dana bagi hasil tersebut dapat direalisasikan pada TA 2019, agar dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan di kawasan strategis pariwisata nasional Danau Toba.
Sementara itu, sebagaimana dilansir medanbisnisdaily.com, terkait keberatan Pemkab di Kawasan Danau Toba (KDT) terhadap pembagian annul fee PT Inalum yang dirasa tidak adil, DPRD Sumut angkat bicara dan meminta Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi menjelaskan hal itu ke publik.
Menurut Sarma Hutajulu, Komisi A DPRD Sumut akan memanggil Pemprov Sumut. "Kira rencanakan Senin akan kita panggil Pemprovsu minta menjelaskan soal itu," kata Sarma kepada media, Sabtu (15/12).
Dikatakannya, Pemprovsu juga harus menjelaskan apakah itu hanya Pajak Air Permukaan(PAP) atau ada pajak-pajak lainnya. Dalam rapat Badan Anggaran DPRD Sumut dengan Pemprovsu beberapa waktu lalu, sesuai aturan PAP itu dimasukkan sebagai APBD Sumut 2019.
Ditambahkannya, 50% diperoleh Pemprovsu dan 50% lagi dibagi ke 33 kabupaten/kota, dengan catatan porsi terbesar (70%) yang dibagi ke kabupaten/kota itu diberikan kepada daerah yang berdampak langsung atas operasional PT Inalum, yakni kabupaten/kota yang di Kawasan Danau Toba (KDT).
"Karena harapannya dana itu juga digunakan oleh Pemkab/Pemko di KDT untuk recovery kerusakan alam di KDT yang disebabkan operasional PT Inalum selama ini," kata Sarma. Namun kesepakatan itu nyatanya tidak sesuai jika dilihat rekapitulasi annual fee seperti tertuang dalam SK Gubernur Sumut No 188.44/355/KPTS/2018 tentang Formula Penghitungan Penetapan Besaran Belanja Bagi Hasil Pajak Provinsi.
Sejumlah kabupaten/kota yang tidak berada di KDT justru menerima dana jauh lebih besar dibanding daerah di KDT. Contohnya, Langkat Rp 53,5 miliar, Medan Rp 39,4 miliar, Deli Serdang Rp 17,1 miliar. Labuhan Batu Utara Rp 12,8 miliar. Sementara Kabupaten Samosir hanya Rp 5,4 miliar dan Tapanuli Utara Rp 6,7 miliar.
Menanggapi polemik yang terjadi, anggota DPRD Sumut Syamsul Sianturi menyatakan hal yang wajar atas protes Pemkab yang menilai pembagian annual fee itu tidak proporsional. "Kurang keseimbangan dari kebijakan yang dibuat gubernur dalam pembagian annual fee itu," kata Syamsul di sela-sela menghadiri bakti sosial pemeriksaan dan pengobatan gratis oleh DPRD Sumut, di kawasan Tanjung Gusta, Medan, Sabtu (15/12/2018).
Menurut Syamsul Sianturi, yang juga berasal dari Muara Tapanuli Utara agar memenuhi aspek keseimbangan, harus diukur berapa luas wilayah 8 kabupaten di kawasan Danau Toba yang menjadi daerah tangkapan air danau dan kemudian dipakai PT Inalum. Kemudian dihitung berapa seharusnya pajak air permukaan umum yang diperoleh masing-masing kabupaten. Begitu seharusnya jika hendak memenuhi aspek keseimbangan.
Dengan asumsi itu, Syamsul yang berasal dari daerah pemilihan Sumut 9 yang didalamnya meliputi kawasan Tapanuli dan Samosir, menyatakan bahwa sikap protes Bupati Samosir, Rapidin Simbolon terhadap gubernur adalah hal yang wajar.
"Samosir setidaknya harus menerima seperdelapan dari nilai total annual fee yang diperoleh Pemprov Sumut dari PT Inalum. Tidak seperti saat ini yang cuma Rp 5,4 miliar. Saya kira gubernur kita cukup arif, harus dikaji ulang besaran yang diterima setiap kabupaten," tegasnya.
Kendati Syamsul tidak berencana mempertanyakan kebijakan pembagian annual fee tersebut kepada Gubernur, dia menginginkan agar senilai 10% dari annual fee dialokasikan untuk pembersihan pinggiran pantai Danau Toba. Agar tidak ada lagi sampah dan eceng gondok yang bertebaran.(DM/KI)
Tidak ada komentar