.

Kesalahan Input Data C1 KPU Harus Diusut Secara Hukum

Jakarta - Meskipun Pemilihan Umum (Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden) telah usai, namun satu per satu kejanggalan dan "kecurangan" dalam prosesnya menyeruak ke permukaan.

Setelah publik dibuat tak percaya dengan hasil perhitungan cepat atau quick count lembaga survei, kini perhitungan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menjadi sorotan. Alih-alih membuat adem, justeru tampilan informasi hasil pemilu 2019 KPU tersebut menyajikan beberapa data yang tak sesuai dengan formulir C-1 (hasil dari Tempat Pemungutan Suara/TPS).Tak hanya satu daerah setidaknya ada sembilan daerah, malah lebih yang datanya keliru.

Atas ketidaksesuaian data itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan hal tersebut 100 persen human error. Petugas penginput data C1, lanjutnya, kelelahan sehingga salah memasukkan data.

Wahyu juga berkilah, kesalahan itu hanya terjadi di sembilan TPS, sehingga bila dibanding jumlah TPS yang ada sekitar 810 ribuan merupakan jumlah yang kecil.

Ia juga mengatakan kesalahan itu hanya terjadi di Jakarta Timur, Maluku, NTB, Jawa Tengah dan Riau.

Namun, bantahan Wahyu itu berbeda dengan realita yang ada kesalahan penginputan data C1 yang merugikan calon presiden 02 masih terus ditemukan dan diluar dari tempat yang dia sebut.

Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu menanggapi alasan KPU itu. Ia mengatakan, KPU meminta publik untuk bersabar menunggu hasil perhitungan manual dari KPU namun hampir tiap hari masyarakat disuguhi berita kesalahan hitung di situs informasi perhitungan KPU. Apalagi Ketua KPU sampai mengatakan akan melaporkan kepada aparat penegak hukum bagi yang mengupload data hoak yang meresahkan.

Sementara itu ahli hukum pidana Universitas Jayabaya Dr. Joko Sriwidodo, SH, MH, MKn mengatakan kesalahan penginputan data itu harus diusut tuntas. Secara hukum, kata Joko,perlu dibuktikan terlebih dahulu unsur sengaja atau tidak dalam dugaan terjadinya tindak pidana pemilu itu. Sehingga tidak hanya minta maaf, namun perlu untuk diusut secara hukum.

Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai juga menandaskan kesalahan input data itu harus diusut tuntas dan tak cukup hanya dengan meminta maaf. Menurutnya, berdasarkan teori hukum, penyelidikan difokuskan pada lima aspek. Pertama, hak pilih (right to vote). Kedua, hak dipilih (right to take a part). Ketiga, jujur dan adil (Flfree and fair election). Keempat, politik uang (money politics) dan kelima, penyalagunan kewenangan (abuse of power).

"Kita tidak boleh selesai sampai minta maaf, tetapi ini harus dijadikan bukti petunjuk untuk mencari adanya tindakan kecurangan secara terencana, sistemis, terstruktur, masif, meluas dengan politik uang, dan penyalahgunaan kewenangan,” tandas Pigai.

Tidak ada komentar