.

Ditetapkan Dini Hari, Pemilu 2019 Menyisakan Persoalan

KPU mengumumkan hasil Pemilu 2019. Foto:elshinta.
Jakarta - Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang meliputi Pemilihan Presiden/Wakil Presiden dan Pemilihan Legislatif dari awal diselimuti masalah.

Mulai masa kampanye yang ditengarai penuh kejanggalan. Mulai dari dugaan pengerahan aparatur negara, dan tekanan-tekanan yang diberikan pada pihak tertentu, hingga proses pemilihan umum (baik pilpres maupun pileg) yang ditengarai tak sedikit kecurangan yang terjadi.

Ujung dari proses itu adalah saat rekapitulasi suara nasional diselesaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) meskipun ada protes dan kemudian diumumkan pada tanggal 21 Mei dini hari. Sekitar pukul 01.46 WIB, KPU mengumumkan perolehan suara Pemilihan Umum 2019, dan suara Jokowi-Ma'aruf Amin mengungguli Prabowo-Sandi dengan 55,5% - 44,5%.

Komisioner KPU Hasyim Asyari pada suatu kesempatan menjelaskan, pihaknya masih belum menetapkan pasangan pemenang Pilpres 2019. Ia mengatakan, ada tiga tahapan pengumumpan pemilu. Ketiganya adalah perolehan suara, perolehan kursi, dan pasangan calon pemenang.

KPU telah mengumumkan perolehan suara dalam Pemilu 2019 melalui SK KPU 987/2019 tanggal 21 Mei 2019 adalah Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional berupa Perolehan Suara. Kemudian kepada pihak yang merasa tidak puas diberikan waktu 3 x 24 jam terhitung sejak tanggal 21 Mei 2019 pukul 01.46 WIB untuk mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Apabila tak ada gugatan dalam jangka waktu 3 x 24 jam itu, KPU meminta konfirmasi ke MK mengenai ketiadaan gugatan tersebut. Kemudian, KPU mengumumkan hasil pemilu dan perolehan kursi di DPR RI.

Lalu apabila ada gugatan, maka KPU harus menunggu proses persidangan di MK sampai putus. Karena putusan dari PHPM di MK bersifat final dan mengikat para pihak.

Sementara itu, dari saksi dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi dan empat partai politik yakni PKS, Gerindra, Berkarya dan PAN, dalam rekapitulasi nasional tersebut menolak untuk menandatangani berita acara.

“Kami menolak menandatangani berita acara karena tidak mau menyerah melawan segala hal yang menciderai demokrasi,” ujar Saksi BPN Azis Subekti.

Saat ditanya apakah BPN akan menggugat ke MK, Azis mengatakan keputusan ada di tangan tim hukum BPN.

Sementara itu, empat saksi partai politik yang menolak penandatanganan berita acara beralasan masih ada hasil rekapitulasi di beberapa daerah yang dinilai perlu dipertanyakan.

Selain itu saksi dari Partai Berkarya menyatakan penolakan penandatanganan berita acara juga sebagai bentuk solidaritas Partai Berkarya terhadap BPN Prabowo-Sandi.(AN)

Tidak ada komentar