.

Soal Perbedaan Suara antara Siaran Pers dan Berkas PHPU, BW Sebut Soal Penyelesaian Perhitungan Internal

Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dalam PHPU ke MK, Bambang Widjojanto. Foto: Kumparan
Jakarta - Perkembangan sengketa hasil pemilihan umum untuk pemilihan presiden (Pilpres) akan segera disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Meski tinggal menunggu jam, namun ada siaran pers dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi soal jumlah suara hasil Pilpres. Yang menjadi sorotan adalah, adanya perbedaan perolehan suara hasil pilpres antara yang tercantum di Siaran Pers BPN dengan apa yang tercantum dalam pemohonan ke MK.

Dalam siaran pers teranyar BPN, BW menyebutkan bahwa Prabowo-Sandi memperoleh suara sebanyak 71.247.792 dan Jokowi-Ma’ruf 62.886.362 suara. Sementara dalam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke MK, BW menyebut Prabowo-Sandi mendapat suara sebanyak 68.650.239 dan Jokowi-Ma'ruf adalah 63.573.169.

Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, menjelaskan mengapa terjadi perbedaan jumlah perolehan suara untuk Prabowo-Sandiaga Uno dalam siaran pers terbaru BPN dan permohonan gugatan ke MK.

Menurut BW, jumlah suara yang bertambah untuk pasangan 02 itu disebabkan karena proses perhitungan internal yang dilakukan BPN masih dalam proses. Proses itu, kata BW, menggunakan dan teknologi informasi.

“Jadi sekarang ada perkembangan terus, kita ini kan data IT. Nah, data itu kan yang jadi dasar untuk perkembangan itu, data itu sekarang kami proses terus menerus, kita memang ada jeda selama menyusun itu,” kata BW di sela sidang pertama di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6).

BW mengatakan data perolehan suara terbaru dari BPN ini akan dibawa ke persidangan. Melalui data ini, menurut BW, pihaknya akan membongkar kecurangan yang terjadi dalam pemilu 2019.

BW mengatakan akan membuktikannya dengan membawa sejumlah ahli dan saksi. “Jadi di pemilu ini bisa terbongkar yang namanya vote buying yang begitu masif,” kata BW.

Perhitungan yang dilakukan BPN, menurut BW, juga bisa membuktikan bahwa pemilu 2019 menjadi salah satu pemilu yang terburuk.

“Tapi yang paling menarik rilis itu mau menegaskan kenapa pemilu ini jadi yang terburuk, karena salah satunya menggunakan IT sebagai instrumen,” ujar BW.

Dalam rilis BPN, BW menuturkan proses manipulasi suara ini diduga dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dengan adanya indikasi proses rekayasa (engineering). Sekaligus juga adjustment (pengaturan) atas perolehan suara yang sejak awal sudah didesain dengan komposisi atau target tertentu, yang dilakukan menggunakan sistem IT tertentu.(KM/RD)

Tidak ada komentar