.

KPPU Duga Ada Kartel di Bisnis Fintech P2P Lending

Dr. Guntur Saragih, Komisioner KPPU. Foto : KPPU.
JAKARTA- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai menelisik adanya persekongkolan dalam penentuan tingkat suku bunga dalam bisnis financial technology (fintech) peer-to-peer lending atau bahasa sederhananya pinjaman online.

Indikasi awal yang menyebabkan KPPU menengarai adanya kartel usaha adalah tingkat suku bunga harian yang mereka patok maksimal sebesar 0,8% per hari. Penentuan besarnya tingkat suku bunga itu bukanlah oleh regulator, Bank Indonesia (BI) ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPB).

Komisioner KPPU Guntur Saragih di Jakarta, Selasa (27/8), mengatakan penetapan suku bunga pinjaman itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penetapan suku bunga oleh para pelaku usaha yang tergabung dalam AFPB itu ditengarai sebagai adanya kartel. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 11 UU 5 Tahun 1999.

Guntur juga mengungkapkan, sudah sewajarnya setiap usaha melakukan prinsip efisiensi dalam bisnisnya. Tak terkecuali bagi pelaku usaha fintech P2P lending. Apabila tingkat suku bunga kreditnya lebih tinggi dari yang konvensional, lanjut Guntur, maka patut dipertanyakan kondisi demikian.

KPPU, masih menurut Guntur, sekarang masih dalam tahap penelitian tentang dugaan adanya kartel dalam bisnis fintech P2P lending ini. Untuk itu mereka mengundang pihak yang berwenang dalam bisnis ini, yakni BI, OJK, maupun pihak lainnya. 

Pasal 11 UU 5 Tahun 1999
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Sementara itu, Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah menilai penetapan tingkat suku pinjaman oleh asosiasi itu dapat dikatakan sebagai self regulated alias mereka (para pelaku usaha,-red) yang bersepakat untuk menentukan tingkat suku bunganya.

Lebih lanjut Zulfirmansyah mengatakan, seharusnya regulator yakni BI dan OJK yang menetapkan tingkat suku bunganya. Kalau sekarang ini mereka sendiri yang menetapkan. Ini dapat diduga adanya kartel diantara para pelaku fintech P2P lending itu.

"Self regulated tidak untuk penetapan harga. Tidak ada (regulasi) dari OJK untuk mengatur penetapan harga. Maka dari itu ini masuk dalam penelitian kami, pelanggarannya soal penetapan harga (bunga) secara bersama-sama sehingga diduga kartel," papar Guntur Saragih, Selasa (27/8). (RED)

 

Tidak ada komentar